Kebudayaan Zaman Logam

Dengan berkembangnya tingkat berpikir manusia, maka manusia tidak hanya menggunakan bahan-bahan dari batu untuk membuat alat-alat kehidupannya, tetapi juga mempergunakan bahan dari logam yaitu perunggu dan besi untuk membuat alat-alat yang diperlukan.
Seperti yang pernah Anda pelajari dengan adanya migrasi bangsa Deutro Melayu/Melayu muda ke Indonesia maka masyarakat prasejarah Indonesia mengenal logam perunggu dan besi secara bersamaan.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka kebudayaan logam yang dikenal di Indonesia berasal dari Dongson, nama kota kuno di Tonkin yang menjadi pusat kebudayaan perunggu di Asia Tenggara. Karena itu kebudayaan perunggu di Indonesia disebut juga dengan Kebudayaan Dongson (Vietnam).
Munculnya kepandaian mempergunakan bahan logam, tentu dikuti dengan kemahiran teknologi yang disebut perundagian, karena logam tidak dapat dipukul-pukul atau dipecah seperti batu untuk mendapatkan alat yang dikehendaki, melainkan harus dilebur terlebih dahulu baru kemudian dicetak.
Teknik pembuatan alat-alat perunggu pada zaman prasejarah terdiri dari 2 cara yaitu:
1.                  Teknik a cire perdue atau cetakan lilin, caranya adalah membuat bentuk benda yang dikehendaki dengan lilin, setelah membuat model dari lilin maka ditutup dengan menggunakan tanah, dan dibuat lubang dari atas dan bawah. Setelah itu dibakar, sehingga lilin yang terbungkus dengan tanah akan mencair, dan keluar melalui lubang bagian bawah. Untuk selanjutnya melalui lubang bagian atas dimasukkan cairan perunggu, dan apabila sudah dingin, cetakan tersebut dipecah sehingga keluarlah benda yang dikehendaki.
2.                  Teknik bivalve atau setangkap, caranya yaitu menggunakan cetakan yang ditangkupkan dan dapat dibuka, sehingga setelah dingin cetakan tersebut dapat dibuka, maka keluarlah benda yang dikehendaki. Cetakan tersebut terbuat dari batu ataupun kayu.
Hasil kebudayaan logam/perunggu di Indonesia sebagai berikut ini.
a.         Kapak Corong
Pada dasarnya bentuk bagian tajamnya kapak corong tidak jauh berbeda dengan kapak batu, hanya bagian tangkainya yang berbentuk corong. Corong tersebut dipakai untuk tempat tangkai kayu .
Kapak corong disebut juga kapak sepatu, karena seolah-olah kapak disamakan dengan sepatu dan tangkai kayunya disamakan dengan kaki.
Gambar . Kapak Corong.
Pada dasarnya bentuk kapak corong sangat beragam jenisnya, salah satunya ada yang panjang satu sisinya yang disebut dengan candrasa yang bentuknya sangat indah dan dilengkapi dengan hiasan.

Gambar . Berbagai bentuk Candrasa
Kalau dilihat dari bentuknya, tentu candrasa tidak berfungsi sebagai alat pertanian/pertukangan tetapi fungsinya diduga sebagai tAnda kebesaran kepala suku dan alat upacara keagamaan. Hal ini karena bentuknya yang indah dan penuh dengan hiasan.
Daerah penyebaran kapak corong di Indonesia adalah Sumatra Selatan, Jawa, Bali, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan, pulau Selayar serta Irian dekat Danau Sentani.
Selanjutnya agar Anda mudah memahami uraian materi diatas maka simaklah ikhtisar berikut:
1. Nama lain dari kapak corong adalah Kapak Sepatu
2. Kapak corong yang salah satu sisinya berukuan panjang disebut dengan Candrasa
3. Teknik pembuatan kapak corong adalah Cire perdue
4. Fungsi dari kapak corong adalah Alat pertanian dan Alat membelah kayu
5. Fungsi dari candrasa adalah  Tanda kebesaran kepala suku dan Alat upacara
b.         Nekara
Nekara dapat juga disebut Genderang Nobat atau Genderang Ketel, karena bentuknya semacam berumbung, yang terbuat dari perunggu yang berpinggang dibagian tengahnya, dan sisi atasnya tertutup. Bagi masyarakat prasejarah, nekara dianggap sesuatu yang suci. Dari pernyataan tersebut, tentunya Anda bertanya mengapa nekara dianggap suci?
Di daerah asalnya Dongson, pemilikan nekara merupakan simbol status, sehingga apabila pemilikya meninggal, maka dibuatlah nekara tiruan yang kecil yang dipakai sebagai bekal kubur.
Sedangkan di Indonesia nekara hanya dipergunakan waktu upacara-upacara saja antara lain ditabuh untuk memanggil arwah/roh nenek moyang, dipakai sebagai genderang perang dan dipakai sebagai alat memanggil hujan.
Daerah penemuan Nekara di Indonesia antara lain, pulau Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Bali, Pulau Sumbawa, Pulau Sangean, Pulau Roti dan pulau Kei serta pulau Selayar.
Di antara nekara-nekara yang ditemukan di Indonesia, biasanya beraneka ragam sehingga melalui hiasan-hiasan tersebut dapat diketahui gambaran kehidupan dan kebudayaan yang ada pada masyarakat prasejarah. Pada umunya nekara yang ditemukan di Indonesia ukurannya besar-besar, contoh nekara yang ditemukan di desa Intaran daerah Pejeng Bali, memiliki ketinggian 1,86 meter dengan garis tengahnya 1,60 meter, nekara tersebut dianggap suci, sehingga ditempatkan di Pure Penataran Sasih. Dalam bahasa bali sasih artinya bulan, maka nekara tersebut dinamakan nekara Bulan Pejeng.
Nekara yang ditemukan di pulau Alor selain bentuknya kecil juga ramping, disebut dengan Moko. Fungsi Moko selain sebagai benda pusaka, juga dipergunakan sebagai mas kawin atau jujur.
Gambar . Nekara & Moko
Nekara yang ditemukan di Indonesia tidak semua berasal dari daratan Asia, tetapi ada pula yang berasal dari Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan penemuan cetakan nekara yang terbuat dari batu di desa Manuaba, Bali. Dan cetakan tersebut kini disimpan di dalam pure desa tersebut.
Setelah pembahasan tentang kapak dan nekara, mudah-mudahan konsep pemahaman Anda tentang sejarah sebagai sebuah ilmu tentang waktu semakin jelas. Karena apa yang dihasilkan oleh masyarakat terus mengalami perkembangan dari bentuk yang sederhana ke bentuk yang lebih kompleks.
c.         Arca perunggu
Arca perunggu/patung yang berkembang pada zaman logam memiliki bentuk beranekaragam, ada yang berbentuk manusia, ada juga yang berbentuk binatang.
Pada umumnya arca perunggu bentuknya kecil-kecil dan dilengkapi cincin pada bagian atasnya. Adapun fungsi dari cincin tersebut sebagai alat untuk menggantungkan arca itu sehingga tidak mustahil arca perunggu yang kecil dipergunakan sebagai Liontin/bandul kalung.
Daerah penemuan arca perunggu di Indonesia adalah Bangkinang (Riau), Palembang (Sumsel) dan Limbangan (Bogor).
Gambar . Arca Perunggu.
d.         Bejana Perunggu
Bejana perunggu di Indonesia ditemukan di tepi Danau Kerinci (Sumatera) dan Madura, yang bentuknya seperti periuk tetapi langsing dan gepeng. Kedua bejana yang ditemukan mempunyai hiasan yang serupa dan sangat indah berupa gambar-gambar geometri dan pilin-pilin yang mirip huruf J.
Gambar . Bejana Perunggu dari Kerinci (Sumatera)
Sampai sekarang fungsi bejana perunggu tidak diketahui secara pasti, kemungkinan disebabkan penemuan bejana yang terbatas maka mempersulit penyelidikan tentang fungsi bejana dalam kehidupan masyarakat prasejarah.
e.         Perhiasan Perunggu
Jenis perhiasan dari perunggu yang ditemukan sangat beragam bentuknya yaitu seperti kalung, gelang tangan dan kaki, bandul kalung dan cincin. Di antara bentuk perhiasan tersebut terdapat cincin yang ukurannya kecil sekali, bahkan lebih kecil dari lingkaran jari anak-anak. Untuk itu para ahli menduga fungsinya sebagai alat tukar (mata uang).
Daerah penemuan perhiasan perunggu di Indonesia adalah Bogor, Malang dan Bali.
Gambar . Aneka Ragam Perhiasan dari Perunggu.
Di samping perhiasan perunggu seperti yang Anda lihat pada gambar , juga terdapat perhiasan yang lain yang terbuat dari kaca yang disebut manik-manik.
f.          Manik manik
Manik -manik yang berasal dari jaman perunggu ditemukan dalam jumlah yang besar sebagai bekal kubur, sehingga memberikan corak istimewa pada zaman perunggu.
Gambar . Manik-manik
Pada zaman logam di samping berkembang kebudayaan perunggu, juga terdapat alat-alat kehidupan yang terbuat dari besi, walaupun jumlahnya tidak banyak.
Jenis barang yang terbuat dari besi tersebut antara lain kapak, sabit, pisau, cangkul, pedang, tongkat dan tembilang.
Daerah penemuan benda tersebut antara lain Bogor, Wonosari, Ponorogo dan Besuki.
Selanjutnya agar Anda mudah memahami uraian materi kebudayaan zamanlogam maka simaklah ikhtisar kebudayaan logam pada tabel  berikut ini.

Jenis kebudayaan logam
Hasil kebudyaan
Daerah penemuan/penyebaran
Manusia pendukung
Perunggu
Kapak corong/sepatu
Senatani, Rote, Sulawesi, Bali, Jawa
Deutro Melayu (suku minang, suku jawa, suku bali, suku bugis)
Nekara/moko
Sumatra, Jawa, Bali, Selayar, Kei, Alor
Arca perunggu
Bangkinag (Riau), Palembang, bogor makasar
Bejana perunggu
Kerinci, madura
Perhiasan
Bogor, malang, bali
Kaca
Manik-manik
Kalimantan, Irian

Besi
Kapak sabit,
Cangkul, pedang
Pisau, tongkat
Tembilang
Bogor, Wonosari, Ponorogo, Besuki


Tabel  Ikhtisar Kebudayaan Logam

Kebudayaan Megalithikum

Seperti yang pernah Anda pelajari pada materi sebelumnya bahwa megalithikum/kebudayaan batu besar sesungguhnya bukanlah mempunyai arti timbulnya kembali zaman batu sesudah zaman logam, tetapi kebudayaan megalithikum adalah kebudayaan yang menghasilkan bangunan-bangunan dari batu besar yang muncul sejak zaman Neolithikum dan berkembang pesat pada zaman logam.
Menurut Von Heine Geldern, kebudayaan Megalithikum menyebar ke Indonesia melalui 2 gelombang yaitu :
  1. Megalith Tua menyebar ke Indonesia pada zaman Neolithikum (2500-1500 SM) dibawa oleh pendukung Kebudayaan Kapak Persegi (Proto Melayu). Contoh bangunan Megalithikum adalah menhir, punden berundak-undak, Arca-arca Statis.
  2. Megalith Muda menyebar ke Indonesia pada zaman perunggu (1000-100 SM) dibawa oleh pendukung Kebudayaan Dongson (Deutro Melayu). Contoh bangunan megalithnya adalah peti kubur batu, dolmen, waruga Sarkofagus dan arca-arca dinamis.
Apa yang dinyatakan dalam uraian di atas, dibuktikan dengan adanya penemuan bangunan batu besar seperti kuburan batu pada zaman prasejarah, banyak ditemukan manik-manik, alat-alat perunggu dan besi. Hasil kebudayaan megalithikum biasanya tidak dikerjakan secara halus, tetapi hanya diratakan secara kasar dan terutama hanya untuk mendapatkan bentuk yang diperlukan.
Peninggalan kebudayaan megalithikum ternyata masih dapat Anda lihat sampai sekarang, karena pada beberapa suku-suku bangsa di Indonesia masih memanfaatkan kebudayaan megalithikum tersebut. Contohnya seperti suku Nias.
Mengenai contoh-contoh suku lainnya dapat Anda pelajari pada buku-buku yang relevan seperti buku yang berjudul Manusia dan Kebudayaan di Indonesia karangan Prof. Dr. Koentjaraningrat.
Untuk mendapatkan pemahaman yang jelas tentang kebudayaan megalithikum, maka simaklah contoh-contoh dari hasil kebudayaan megalithikum yang akan disajikan pada uraian materi berikut ini.
1.   Menhir
Menhir adalah bangunan yang berupa tugu batu yang didirikan untuk upacara menghormati roh nenek moyang, sehingga bentuk menhir ada yang berdiri tunggal dan ada yang berkelompok serta ada pula yang dibuat bersama bangunan lain yaitu seperti punden berundak-undak.
Lokasi tempat ditemukannya menhir di Indonesia adalah Pasemah (Sumatera Selatan), Sulawesi Tengah dan Kalimantan.

Gambar. Menhir
Bangunan menhir yang dibuat oleh masyarakat prasejarah tidak berpedoman kepada satu bentuk saja karena bangunan menhir ditujukan untuk penghormatan terhadap roh nenek moyang. Selain menhir terdapat bangunan yang lain bentuknya, tetapi fungsinya sama yaitu sebagai punden berundak-undak.
2.         Punden Berundak-undak
Punden berundak-undak adalah bangunan dari batu yang bertingkat-tingkat dan fungsinya sebagai tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang yang telah meninggal.
Bangunan tersebut dianggap sebagai bangunan yang suci, dan lokasi tempat penemuannya adalah Lebak Sibedug/Banten Selatan dan Lereng Bukit Hyang di Jawa Timur.

Gambar. Punden berundak-undak dan ilustrasinya.
Tentu Anda sudah pernah melihat candi Borobudur, baik secara langsung maupun hanya melalui gambar ataupun televisi. Candi Borobudur di Jawa Tengah adalah bangunan pemujaaan untuk umat Budha, dan menurut Prof. Dr. Sutjipto Wirgosuparto, arsitektur bangunan Borobudur merupakan tiruan atau kelanjutan dari punden berundak-undak. Untuk itu tugas Anda adalah carilah persamaan dan perbedaan antara candi Borobudur dengan Punden berundak-undak pada tabel di bawah ini.
Persamaan antara Borobudur dengan Punden Berundak-undak adalah sama-sama sebagai bangunan suci karena berfungsi untuk tempat pemujaan. Adapun perbedaannya candi Borobudur merupakan bangunan suci umat Budha, dan bentuk bangunannya sempurna dan indah karena penuh dengan relief dan ragam hias. Sedangkan Punden Berundak-undak hanyalah bangunan biasa yang terbuat dari batu yang disusun bertingkat-tingkat tanpa relief ataupun ragam hias dan sebagai tempat memuja arwah nenek moyang yang sudah meninggal.
3.         Dolmen
Dolmen merupakan meja dari batu yang berfungsi sebagai tempat meletakkan saji-sajian untuk pemujaan. Adakalanya di bawah dolmen dipakai untuk meletakkan mayat, agar mayat tersebut tidak dapat dimakan oleh binatang buas maka kaki mejanya diperbanyak sampai mayat tertutup rapat oleh batu.
Dengan demikian dolmen yang berfungsi sebagai tempat menyimpan mayat disebut dengan kuburan batu. Lokasi penemuan dolmen antara lain Cupari Kuningan/Jawa Barat, Bondowoso/Jawa Timur, Merawan, Jember/Jatim, Pasemah/Sumatera, dan Nusa Tenggara Timur.

Gambar. Dolmen
Bagi masyarakat Jawa Timur, dolmen yang di bawahnya digunakan sebagai kuburan/tempat menyimpan mayat lebih dikenal dengan sebutan Pandhusa atau makam Cina. Dari uraian materi di atas, apakah Anda sudah memahami tentang dolmen? Kalau Anda sudah paham bandingkan dengan hasil budaya Megalithikum berikut ini.
4.         Sarkofagus
Sarkofagus adalah keranda batu atau peti mayat yang terbuat dari batu. Bentuknya menyerupai lesung dari batu utuh yang diberi tutup. Dari Sarkofagus yang ditemukan umumnya di dalamnya terdapat mayat dan bekal kubur berupa periuk, kapak persegi, perhiasan dan benda-benda dari perunggu serta besi.
Daerah tempat ditemukannya sarkofagus adalah Bali. Menurut masyarakat Bali Sarkofagus memiliki kekuatan magis/gaib. Berdasarkan pendapat para ahli bahwa sarkofagus dikenal masyarakat Bali sejak zaman logam.

Gambar. Sarkofagus
5.         Peti kubur
Peti kubur adalah peti mayat yang terbuat dari batu-batu besar. Kubur batu dibuat dari lempengan/papan batu yang disusun persegi empat berbentuk peti mayat yang dilengkapi dengan alas dan bidang atasnya juga berasal dari papan batu.
Daerah penemuan peti kubur adalah Cepari Kuningan, Cirebon (Jawa Barat), Wonosari (Yogyakarta) dan Cepu (Jawa Timur). Di dalam kubur batu tersebut juga ditemukan rangka manusia yang sudah rusak, alat-alat perunggu dan besi serta manik-manik. Dari penjelasan tentang peti kubur, tentu Anda dapat mengetahui persamaan antara peti kubur dengan sarkofagus, dimana keduanya merupakan tempat menyimpan mayat yang disertai bekal kuburnya.

Gambar. Peti kubur
Seperti yang telah dijelaskan pada uraian materi sebelumnya, bahwa sarkofagus adalah keranda/peti mayat yang dibuat dari batu yang masih utuh dan batu utuh tersebut dibentuk seperti lesung yang ada tutupnya. Sedangkan peti kubur adalah peti mayat yang dibuat lempengan-lempengan batu/papan-papan batu disusun membentuk kotak batu yang disertai dengan tutupnya,
6.         Arca batu
Arca/patung-patung dari batu yang berbentuk binatang atau manusia. Bentuk binatang yang digambarkan adalah gajah, kerbau, harimau dan moyet. Sedangkan bentuk arca manusia yang ditemukan bersifat dinamis. Maksudnya, wujudnya manusia dengan penampilan yang dinamis seperti arca batu gajah.
Arca batu gajah adalah patung besar dengan gambaran seseorang yang sedang menunggang binatang yang diburu. Arca tersebut ditemukan di daerah Pasemah (Sumatera Selatan). Daerah-daerah lain sebagai tempat penemuan arca batu antara lain Lampung, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Gambar. Arca Batu Gajah dari Pasemah.
Perhatikanlah gambar Arca Batu Gajah dari Pasemah tersebut, karena dari gambar tersebut terdapat gambar nekara kecil yang diikat di punggung.
Maka kesimpulan hubungan antara Kebudayaan Megalithikum dengan Kebudayaan Perunggu seperti yang terlihat pada Arca Batu Gajah.
Penelitian terhadap Kebudayaan Megalithikum di dataran tinggi Pasemah/Sumatera Selatan dilakukan oleh Dr. Van Der Hoep dan Van Heine Geldern. Dari hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa Kebudayaan Perunggu mempengaruhi Kebudayaan Megalithikum atau dengan kata lain Kebudayaan Megalithikum merupakan cabang dari Kebudayaan Dongson (Perunggu).
Kesimpulan ini dibuat karena di Pasemah banyak ditemukan peninggalan budaya Megalith dan budaya perunggu, seperti patung/arca prajurit dengan topi logam/helm yang mengendarai kerbau atau gajah. Prajurit tersebut juga membawa nekara kecil pada panggungnya.
Untuk memudahkan Anda memahami uraian materi Kebudayaan Megalithikum maka simaklah ikhtisar dari Kebudayaan Megalithikum di bawah ini.

Tabel, Ikhtisar Kebudayaan Megalithikum
Keterangan : Lokasi Penemuan untuk Dolmen ditambah dengan Merawan, Jember

CIRI DAN CORAK KEHIDUPAN MASYARAKAT PRASEJARAH INDONESIA

Ciri Kehidupan Masyarakat Prasejarah Indonesia 

Seperti yang pernah Anda pelajari pada kegiatan belajar tentang periodisasi prasejarah berdasarkan ciri kehidupan masyarakat, maka uraian materi ini akan membahas bagaimana perilaku masyarakat pada masa berburu dan mengumpulkan makanan, pada masa bercocok tanam dan pada masa perundagian.
Dalam rangka memudahkan Anda memahami uraian materi ini maka yang akan disajikan terlebih dahulu adalah perilaku masyarakat pada awal berlangsungnya kehidupan masa prasejarah. Untuk itu simaklah uraian materi berikut ini.
1.      Masa Berburu Dan Mengumpulkan Makanan
Masa berburu dan mengumpulkan makanan, manusia tinggal di alam terbuka seperti di hutan, di tepi sungai, di goa, di gunung atau di lembah-lembah. Tempat tinggal mereka belum menetap, masih berpindah-pindah atau nomaden mengikuti alam yang dapat menyediakan makanan terutama binatang buruan.

Apabila binatang buruan dan bahan makanan sudah habis, mereka akan mencari dan pindah ke tempat yang lebih subur. Inti dari kehidupan sehari-hari masyarakat ini adalah mengumpulkan bahan makanan dari alam untuk dikonsumsi saat itu juga. Kegiatan semacam ini disebut dengan Food Gathering atau pengumpul makanan tahap awal.
Masyarakat pengumpul makanan tersebut telah mengenal kehidupan berkelompok kecil, hal ini karena kehidupannya nomaden. Hubungan antara kelompok sangat erat, karena mereka harus bekerja bersama-sama untuk memenuhi kebutuhan hidup serta mempertahankan kelompoknya dari serangan kelompok lain atau serangan binatang-binatang buas. Meskipun dalam kehidupan yang masih sangat sederhana, mereka telah mengenal adanya pembagian tugas kerja, dimana kaum laki-laki biasanya tugasnya adalah berburu, kaum perempuan tugasnya adalah memelihara anak serta mengumpulkan buah-buahan dari hutan.

Masing-masing kelompok memiliki pemimpin yang ditaati dan dihormati oleh anggata kelompoknya. Dengan demikian pada masa berburu dan mengumpulkan makanan sudah terlihat adanya tanda-tanda kehidupan sosial dalam suatu kelompok masyarakat, walaupun tingkatannya masih sangat sederhana.
Kesederhanaan kehidupan sosial tersebut terlihat dari ketidaktahuan masyarakat dalam menyimpan sisa makanan, tidak mengenal tata cara perkawinan, tidak melakukan penguburan terhadap mayat. Karena belum mengenal religi/ kepercayaan. Hal ini dapat dibuktikan melalui alat-alat kehidupan yang dihasilkan pada zaman batu tua.

Tabel. Kebudayaan batu tua/paleolithikum :  hasil kebudayaan palaeolithikum dan ciri-cirinya
Pengenalan terhadap api bagi masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan sangat dimungkinkan karena berdasarkan analogi jenis manusia purba yang ditemukan di Cina sudah mengenal api.
Dari uraian tersebut, apakah Anda ingat nama jenis manusia purba yang di temukan di Cina? Jenis manusia purba di Cina disebut dengan Sinanthropus Pekinensis yang memiliki persamaan dengan Homo Erectus. Dimana keduanya memiliki persamaan. Untuk itu apa yang menjadi ciri dari manusia Sinanthropus Pekinensis juga menjadi ciri dari Homo Erectus sebagai pendukung dari kehidupan berburu dan mengumpulkan makanan.
Untuk mengetahui alat komunikasi apa yang dipakai oleh masyarakat zaman batu tua sangatlah tidak mudah, tetapi yang jelas bahwa antar manusia yang satu dengan yang lain pasti mempunyai cara untuk berkomunikasi. Kira-kira menurut Anda bahasa apa yang dipakai sebagai alat komunikasi pertama pada zaman batu tua?
Sesuai dengan kehidupan masyarakatnya berburu dan mengumpulkan makanan, maka alat komunikasi yang sangat dimungkinkan adalah bahasa isyarat, karena bahasa isyarat adalah bahasa yang diperlukan pada saat berburu. Dengan adanya migrasi/perpindahan bangsa-bangsa dari Asia daratan ke Indonesia seperti yang dilakukan oleh bangsa Papua Melanosoide, maka secara lambat laun terjadi perubahan dalam kehidupan masyarakat .
Perubahan kehidupan yang terjadi secara lambat sangat dimungkinkan karena di lihat dari bentuk adaptasinya masih berdasarkan berburu dan mengumpulkan makanan, walaupun sudah memasuki tingkat lanjut atau disebut dengan Food gathering tingkat lanjut.
Kehidupan Food gathering tingkat lanjut terjadi pada saat berlangsungnya zaman Mesolithikum ditandai dengan kehidupan sebagian masyarakatnya bermukim dan berladang (huma). Yang menjadi tempat mukimnya/menetapnya adalah gua-gua dipedalaman atau tepi-tepi pantai.
Dengan kehidupan menetap tersebut maka terjadilah pertumbuhan dalam kehidupan yang lain yaitu antara lain mereka sudah tahu menyimpan sisa makanan, mengenal tata cara penguburan mayat, mengenal api, mengenal religi/kepercayaan dan bahkan mengenal kesenian.
Bukti adanya pengenalan terhadap religi dan kesenian yaitu ditemukan lukisan cap tangan yang diberi warna merah dan lukisan babi hutan yang terdapat pada dinding gua Abris Sous Roche, seperti yang ditemukan di gua Leang-Leang Sulawesi Selatan, di Seram dan di Irian Jaya.

Dari gambar yang Anda amati, bagaimana pendapat Anda tentang makna lukisan tersebut?
Lukisan pada dinding gua zaman mesolithikum banyak dihubungkan dengan keagamaan, karena lukisannya banyak menggunakan warna merah (warna darah). Warna merah dianggap memiliki kekuatan magis/gaib. Lukisan cap tangan dianggap memiliki makna tanda berkabung dari seorang wanita yang ditinggal mati suaminya, karena pada umumnya jari manis pada lukisan tangan tersebut dipotong.
Sedangkan lukisan babi hutan yang sedang lari dan pada arah jantungnya terdapat mata panah dimaksudkan bahwa, pada waktu berburu mereka mengharapkan binatang buruan. Lukisan tersebut diduga dibuat oleh seorang pawang pada waktu upacara perburuan.         

2.      Masa bercocok tanam
Sebelum Anda mempelajari uraian materi, terlebih dahulu perhatikan skema berikut ini.  

Dari skema di atas, dapatlah dijelaskan bahwa dengan adanya perubahan kehidupan dari semi sedenter menjadi kehidupan yang menetap maka sistem huma/perladangan yang sudah dikenal oleh masyarakat mengalami penyempurnaan menjadi sistem bercocok tanam.
Sistem bercocok tanam atau dikenal dengan sistem persawahan dapat menggunakan lahan yang terbatas dan kesuburan tanahnya dapat dijaga melalui pengolahan tanah, irigasi dan pemupukan. Hal ini mengakibatkan masyarakat tidak lagi berpindah-pindah temapt dan selalu berusaha untuk menghasilkan makanan atau dikenal dengan istilah Food Producing.
Kemampuan Food Producing membawa perubahan yang besar, dalam arti membawa akibat yang mendalam dan meluas bagi seluruh kehidupan masyarakat pada masa tersebut, karena masyarakat yang sudah menetap maka akan tercipta kehidupan yang teratur.
Dengan kehidupan masyarakat yang teratur berarti kehidupan masyarakatnya terorganisir dengan rapi dan bahkan membentuk semacam desa, dan masyarakat tersebut sudah memilih pemimpinya (kepala suku) dengan cara musyawarah sesuai dengan prinsip primus inter pares.
Pemilihan pemimpin yang berdasarkan prinsip primus inter pares menandakan bahwa pemimpin tersebut dipilih diantara mereka yang memiliki kelebihan baik fisik (kuat) maupun spiritual (keahlian).
Di samping adanya perkembangan dalam kehidupan sosial, juga mumcul sistem perekonomian dalam kehidupan masyarakat. Hal ini karena dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup, maka dikenal sistem pertukaran barang dengan barang (perdagangan barter).
Kemajuan yang dicapai oleh masyarakat pada masa bercocok tanam dapat dilihat dari alat-alat kehidupannya yang dibuat oleh masyarakat tersebut, dimana alat-alat kehidupannya sudah dibuat halus/diasah, sempurna serta mempunyai nilai seni bahkan fungsi beraneka ragam.
Alat-alat kehidupan yang dibuat pada masa ini ada yang digunakan sebagai alat upacara (keagamaan) yang didasarkan atas kepercayaan yang berkembang pada masa ini yaitu Animisme dan Dinamisme. Animisme adalah kepercayaan terhadap roh dan Dinamisme adalah kepercayaan terhadap benda-benda yang memiliki kekuatan gaib.
Dasar dari kepercayaan aninisme dan dinamisme terlihat adanya tradisi Megalith. Tradisi Megalithikum muncul pada masa Neolithikum dan berkembang pesat pada zaman perundagian, dan ditandai adanya bangunan-bangunan besar untuk pemujaan.

3.      Masa perundagian
Masa perundagian sangat penting artinya dalam perkembangan sejarah Indonesia, karena pada masa ini sudah terjadi hubungan dengan daerah-daerah disekitar kepulauan Indonesia.
Penggalan masa perundagian menunjukkan kekayaan dan keanekaragaman budaya, berbagai bentuk benda seni, peralatan hidup dan upacara yang menunjukkan kehidupan masyarakat masa itu sudah memiliki selera yang tinggi. Hidup masyarakat teratur dan makmur.
Kemakmuran masyarakat dapat diketahui melalui perkembangan teknik pertama, dengan mengembangkan pertanian yang intensif dan sebagai akibatnya sektor pertanian mengalami perkembangan yang pesat dan hal ini berdampak kepada kemajuan perekonomian, yang ditandai dengan berkembangnya perdagangan dan pelayaran.
Di samping perdaganan dan pelayaran yang meningkat dalam kehidupan beragamapun juga berkembang pesat, yang dibuktikan dengan banyaknya bangunan megalithikum yang didirikan dalam rangka penghormatan dan pemujaan terhadap roh nenek moyang.
  
Tabel 2.3 Ciri-Ciri Kehidupan Masyarakat Perundagian Megalithikum dan hasil kebudayaan


Corak Kehidupan Masyarakat Prasejarah Indonesia


Kebudayaan dan masyarakat merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Masyarakat dapat bertahan hidup karena menghasilkan kebudayaan, kebudayaan itu ada karena dihasilkan oleh masyarakat. Dan melalui kebudayaanlah segala corak kehidupan masyarakat dapat diketahui.
Dengan demikian dari hasil-hasil kebudayaan material dapat dikaji dan dipelajari corak kehidupan masyarakat prasejarah Indonesia, seperti yang akan diuraikan pada uraian materi berikut ini.
  1. Sistem kepercayaan
Sistem kepercayaan masyarakat prasejarah diperkirakan mulai tumbuh pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut atau disebut dengan masa bermukim dan berladang yang terjadi pada zaman Mesolithikum.  
Mengenai bukti adanya kepercayaan pada zaman Mesolithikum yang turut memperkuat adanya corak kepercayaan pada zaman prasejarah adalah ditemukannya lukisan perahu pada nekara. Lukisan tersebut menggambarkan kendaraan yang akan mengantarkan roh nenek moyang ke alam baka. Hal ini berarti pada masa tersebut sudah mempercayai akan adanya roh.
Kepercayaan terhadap roh terus berkembang pada zaman prasejarah hal ini tampak dari kompleksnya bentuk-bentuk upacara penghormatan, penguburan dan pemberian sesajen. Kepercayaan terhadap roh inilah dikenal dengan istilah Aninisme.
Aninisme berasal dari kata Anima artinya jiwa atau roh, sedangkan isme artinya paham atau kepercayaan. Di samping adanya kepercayaan animisme, juga terdapat kepercayaan Dinamisme.
Dinamisme adalah kepercayaan terhadap benda-benda tertentu yang dianggap memiliki kekuatan gaib. Contohnya yaitu kapak yang dibuat dari batu chalcedon (batu indah) dianggap memiliki kekuatan. Untuk contoh-contoh yang lain dapat Anda baca kembali uraian materi kegiatan belajar 1 modul ini. Dengan demikian kepercayaan masyarakat prasejarah adalah Animisme dan Dinamisme.
2.         Kemasyarakatan
Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan, masyarakatnya hidup berkelompok-kelompok dalam jumlah yang kecil. Tetapi hubungan antara kelompoknya sudah erat karena mereka harus bersama-sama menghadapi kondisi alam yang berat, sehingga sistem kemasyarakatan yang muncul pada masa tersebut sangat sederhana.
Tetapi pada masa bercocok tanam, kehidupan masyarakat yang sudah menetap semakin mengalami perkembangan dan hal inilah yang mendorong masyarakat untuk membentuk keteraturan hidup. Dan aturan hidup dapat terlaksana denga baik karena adanya seorang pemimpin yang mereka pilih atas dasar musyawarah.
Selanjutnya sistem kemasyarakatan terus mengalami perkembangan khususnya pada masa perundagian. Karena pada masa ini kehidupan masyarakat lebih kompleks. Masyarakat terbagi-bagi menjadi kelompok-kelompok sesuai dengan bidang keahliannya.
Masing-masing kelompok memiliki aturan-aturan sendiri, dan di samping adanya aturan yang umum yang menjamin keharmonisan hubungan masing-masing kelompok. Aturan yang umum dibuat atas dasar kesepakatan bersama/musyawarah dalam kehidupan yang demokratis.
Dengan demikian sistem kemasyarakatan pada masa prasejarah di Indonesia telah dilandasi dengan musyawarah dan gotong royong.
3.         Pertanian
Sistem pertanian yang dikenal oleh masyarakat prasejarah pada awalnya adalah perladangan/huma, yang hanya mengandalkan pada humus, sehingga bentuk pertanian ini wujudnya berpindah tempat.
Selanjutnya masyarakat mulai mengembangkan sistem persawahan, sehingga tidak lagi bergantung pada humus, dan berusaha mengatasi kesuburan tanahnya melalui pengolahan tanah, irigasi dan pemupukan.
Sistem persawahan dikenal oleh masyarakat prasejarah Indonesia pada masa Neolithikum, karena pada masa tersebut kehidupan masyarakat sudah menetap dan teratur.
Pada masa perundagian sistem persawahan mengalami perkembangan mengingat adanya spesialisasi/pembagian tugas berdasarkan keahliannya. Sehingga masyarakat prasejarah semakin mahir dalam persawahan.
4.         Pelayaran
Anda masih ingat tentang migrasi bangsa-bangsa ke Indonesia ? Dengan adanya perpindahan bangsa-bangsa dari daratan Asia ke Indonesia membuktikan bahwa sejak abad sebelum masehi, nenek moyang bangsa Indonesia sudah memiliki kemampuan berlayar. Kemampuan berlayar terus mengalami perkembangan, mengingat kondisi geografis Indonesia terdiri dari pulau-pulau sehingga untuk sampai kepada pulau yang lain harus menggunakan perahu. Jenis perahu yang dipergunakan adalah perahu bercadik. Untuk menambah wawasan Anda, tentang perahu bercadik, silahkan Anda amati gambar berikut ini.

Setelah Anda melihat gambar, apakah Anda mengetahui cara pembuatan perahu bercadik?
Dari pembuatan perahu bercadik yang sederhana tetapi sudah mampu mengarungi samudera pada jaman prasejarah tersebut. Hal tersebut patutlah untuk dibanggakan kehebatan kemampuan berlayar nenek moyang bangsa Indonesia menjadi modal dasar dari kemampuan berdagang. Sehingga pada awal abad masehi bangsa Indonesia sudah turut ambil bagian dalam jalur perdagangan internasional.
5.         Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Sejak zaman Neolithikum, masyarakat Indonesia telah megenal pengetahuan yang tinggi, dimana masyarakat telah dapat memanfaatkan angin musim sebagai tenaga penggerak dalam aktivitas perdagangan dan pelayaran juga mengenal astronomi atau ilmu perbintangan sebagai petunjuk arah pelayaran atau sebagai petunjuk waktu dalam bidang pertanian.
Selain berkembangnya ilnu pengetahuan, teknologi juga dikenal oleh masyarakat prasejarah terutama pada zaman perundagian, yaitu teknologi pengecoran logam. Sehingga pada masa perundagian masyarakat sudah mampu menghasilkan alat-alat kehidupan yang terbuat dari logam.
6.         Kesenian
Kesenian dikenal oleh masyarakat prasejarah sejak zaman Mesolithikum yang dibuktikan dengan adanya lukisan-lukisan pada dinding-dinding gua. Untuk selanjutnya kesenian mengalami perkembangan yang pesat pada zaman Neolithikum, karena pada masa bercocok tanam terdapat waktu senggang dari menanam hingga panen. Yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menyalurkan jiwa seni, dari seni membatik, gamelan bahkan wayang.
Untuk selanjutnya agar Anda mudah memahami seluruh corak kehidupan masyarakat prasejarah, maka simaklah bagan berikut ini :